Senin, 16 Februari 2015

ASSET ATAU PROPERTI TERBENGKALAI

Definisi
Properti Terbengkalai (abandoned property) adalah aset tetap dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha Bank yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha Bank dan dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas, properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, dan properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat (Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2011 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum)

Dasar Pengaturan
1.      Pernyataan Standar Akuntansi  Nomor 1 Tentang Laporan Keuangan
2.      Pernyataan Standar Akuntansi  Nomor 16 Tentang Aset Tetap
3.      Peraturan Akutansi Perbankan Indoensia Bab XI tentang Aset Tetap
4.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012  tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
5.      Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2011 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum
6.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tanggal 12 Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
7.      Surat Edaran Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.

Penjelasan
1. Cakupan Properti Terbengkalai
a.    Properti terbengkalai merupakan aset yang mencakup tanah, bangunan, dan aset sejenis lainnya yang tidak digunakan untuk kegiatan operasional bank.
b.    Tidak termasuk dalam pengertian properti terbengkalai adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha bank, sepanjang dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas dan properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, serta properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan bank dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat.
c.    Dalam pengertian properti terbengkalai tidak termasuk properti yang berasal dari sewa atau lease.

2.    Untuk  kepentingan  penerapan  prinsip  kehati-hatian  perbankan,  properti terbengkalai merupakan salah satu bentuk aset non produktif yang wajib ditetapkan kualitasnya dan dibentuk penyisihan penghapusan aset non produktif (PPANP) sesuai Peraturan Bank Indonesia.

3.    Kewajiban pembentukan PPANP untuk properti terbengkalai pada dasarnya bukan merupakan cadangan kerugian penurunan nilai,namun lebih merupakan disinsentif kepemilikan aset yang tidak digunakan dalam kegiatan usaha bank.

4.   Biaya Perolehan
a.    Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dikeluarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau pembangunan atau nilai yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan dalam PSAK lain.
b.   Biaya perolehan dari properti yang dibeli meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung. Pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung termasuk, misalnya, biaya jasa hukum, pajak penjualan, dan biaya transaksi lainnya.

5.   Nilai Wajar
a.      Nilai wajar merupakan harga dimana properti dapat dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar (arms length transaction).
b.      Nilai wajar harus mencerminkan kondisi pasar pada tanggal neraca. Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar aktif untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi yangsamadan berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang serupa.
c.      Penentuan nilai wajar dilakukan tanpa dikurangi dengan biaya transaksi yang mungkin timbul dari penjualan atau pelepasan lainnya.
d.      Apabila tidak tersedia harga kini dalam pasar aktif yang sejenis, bank harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber, termasuk:
·         Harga kini dalam pasar aktif untuk properti yang memiliki sifat, kondisi dan lokasi berbeda (atau berdasarkan pada sewa atau kontrak lain yang berbeda), disesuaikan untuk mencerminkan perbedaan tersebut;
·         Harga terakhir properti serupa dalam pasar yang kurang aktif,dengan penyesuaian untuk mencerminkan adanya perubahan dalamkondisi ekonomi sejak tanggal transaksi terjadi pada harga tersebut.

6. Apabila   belum   ada   pengaturan   oleh   PSAK,   manajemen   menggunakan pertimbangannya untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Dalam melakukan pertimbangan tersebut manajemen memperhatikan:
a)      Persyaratan dan pedoman PSAK yang mengaturhal-halyangmiripdengan masalah terkait;
b)     Definisi, kriteria pengakuan  dan  pengukuran  aset,  kewajiban,  penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam kerangkadasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan; dan
c)      Pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industri yang lazim sepanjang konsisten dengan huruf a dan b paragraf ini.(PSAK 1: Paragraf 16)

7. Jika dalam suatu entitas terdapat aset tetap yang tersedia untuk dijual,maka perlakuan akuntansi untuk aset tersebut adalah sebagai berikut:
a)      diakui pada saat dilakukan penghentian operasi;
b)     diukursebesarnilaiyanglebihrendahdarijumlahtercatatnyadibandingkan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya-biaya penjualan aset tersebut;
c)      disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya akan dipulihkan melalui transaksi penjualan dari penggunaan lebih lanjut; dan
d)     diungkapkan  dalam  laporan  keuangan  dalam  rangka  evaluasi  dampak penghentian operasi dan pelepasan aset (aset tidak lancar).  (PSAK 16: Paragraf 45)

8.   Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 37,38 dan 39 menyatakan  aturan tentan properti terbengkalai antara lain :
a)      Bank wajib melakukan identifikasi terhadap dan penetepan terhadap properti terbengkalai yang dimiliki oleh bank
b)     Penetapan properti terbengkalai wajib disetujui oleh direksi dan didokumentaasikan
c)      Bagian properti yang tidak digunakan Bank dari suatu properti yang digunakan untuk kegiatan usaha Bank secara mayoritas, tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
d)     Dalam hal Bank tidak menggunakan bagian dari suatu properti secara mayoritas, maka bagian properti yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank digolongkan sebagai Properti Terbengkalai secara proporsional.
e)      Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
f)        Properti Terbengkalai yang telah dilakukan upaya penyelesaian, ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:
·         Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki sampai dengan 1(satu) tahun;
·         Kurang Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
·         Diragukan, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun;
·         Macet, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun.
g)     Properti Terbengkalai yang tidak dilakukan upaya penyelesaian maka kualitasnya ditetapkan memiliki kualitas dibawah ketentuan poin f.

9.    Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 41 dan 42 yang mengatur tentang pembentukan Penyisihan Penghapuan Aset (PPA) bank. Persentase pembentukan PPA sebagai berikut :
a)      15% dari properti terbengkalai yang memiliki kualitas kurang lancar
b)     50% dari properti terbengkalai yang memiliki kualitas diragukan
c)      100% dari properti terbengkalai yang memiliki kualitas macet

10.  Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 51, Bank Indonesia Menyatakan bahwa :
“Bank wajib memperhitungkan seluruh hasil perhitungan PPA atas Aset Non Produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b sebagai pengurang dalam perhitungan rasio KPMM.”


Perlakuan Akuntansi
1.            Pengakuan dan Pengukuran,
a.      Pada saat pengakuan awal, properti terbengkalai diukur sebesar biaya perolehan.
b.      Setelah pengakuan awal,properti terbengkalai dibukukan sebesar nilai yang lebih rendah antara nilai tercatat dengan nilai wajarnya setelah dikurangi biaya untuk menjualnya.
c.      Jika properti terbengkalai mengalami penurunan nilai (impairment), maka bank
d.      Jika properti terbengkalai mengalami pemulihan penurunan nilai, maka bank harus mengakui pemulihan penurunan nilai tersebut maksimum sebesar kerugian penurunan nilai yang telah diakui.
e.      Properti terbengkalai tidak disusutkan.
f.        Pada saat penjualan,selisih antara nilai properti terbengkalai yang dibukukan dan hasil penjualannya diakui sebagai keuntungan atau kerugian non operasional.

2.            Penyajian
a.      Properti terbengkalai disajikan sebagai akun terpisah dalam neraca dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
b.      Pembentukan penyisihan penghapusan aset non produktif (PPANP) disajikan sebagai offsetting account pada pos properti terbengkalai

3.            Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
a.      Deskripsi properti terbengkalai.
b.      Nilai tercatat dan nilai wajar properti terbengkalai;
c.      Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti terbengkalai, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus diungkapkan oleh bank) karena sifat properti tersebut dan keterbatasan data pasar yang dapat diperbandingkan;
d.      Sejauhmana penentuan nilai wajar properti terbengkalai (yang diukur atau diungkapkan dalam laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman mutakhir di lokasi dan kategori properti terbengkalai yang dinilai. Apabila penentuan nilai wajar tidak didasarkan pada hal-hal tersebut diatas, maka kondisi tersebut juga harus diungkapkan;
e.      Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi untuk:
·         penghasilan rental dari properti terbengkalai;
·         beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti terbengkalai yang menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut;
·         beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti terbengkalai yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut.
f.        Kerugian penurunan nilai properti terbengkalai.
g.      Upaya penjualan yang dilakukan bank.
h.      Keuntungan atau kerugian dari penjualan properti terbengkalai.

4.            Pencatatan / Pembukuan
a.      Pada saat pengakuan awal properti terbengkalai yang berasal dari aset tetap

Debet. Properti Terbengkalai 
Debet.Akumulasi Penyusutan Asset Tetap 
Kredit.Aset Tetap 

b.      Jika terdapat penurunan nilai

Debet. Kerugian Penurunan Nilai
Kredit. Properti Terbengkalai 

c.      Jika terapat peningkatan nilai properti terbengkalai setelah mengalami penurunan nilai, diakui sebagai pendapatan maksimal sebesar kerugian penurunan nilai yang telah diakui, dengan asumsi pemulihan terjadi pada periode yang berbeda dengan penurunan nilai

Debet.Properti terbengkalai 
Kredit.Keuntungan Peningkatan Nilai 

d.      Pada saat menjual properti terbengkalai

Debet.Kas/Rekening/Giro BI
Kredit.Properti Terbengkalai
Kredit/Debet. Keuntungan / Kerugian Penjualan

e.      Pada saat mereklasifikasi kembali properti terbengkalai ke aseet tetap, akumulasi penyusutan aset tetap kembali dihitung secara normal.

Debet.   Aset Tetap 
Debet.   Beban Penyusutan Aset Tetap 
Kredit.  Akumulasi Penyusutan Asset Tetap 
Kredit.  Properti Terbengkalai

0 komentar:

Posting Komentar