Definisi
Properti Terbengkalai (abandoned property)
adalah aset tetap dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak
digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha
Bank yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha
Bank dan dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas, properti yang
digunakan untuk sarana pendidikan, dan properti lain yang telah ditetapkan
untuk digunakan dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat (Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2011 tentang Penilaian Kualitas Aset
Bank Umum)
Dasar
Pengaturan
1.
Pernyataan Standar Akuntansi Nomor 1 Tentang Laporan Keuangan
2.
Pernyataan Standar Akuntansi Nomor 16 Tentang Aset Tetap
3.
Peraturan Akutansi Perbankan Indoensia Bab XI tentang
Aset Tetap
4.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum
5.
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2011 tentang Penilaian Kualitas Aset
Bank Umum
6.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013
tanggal 12 Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
7.
Surat Edaran Nomor 13/6/DPNP
tanggal 18 Februari 2011 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut
Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
Penjelasan
1. Cakupan Properti Terbengkalai
a. Properti terbengkalai merupakan aset yang mencakup tanah,
bangunan, dan aset sejenis lainnya
yang tidak digunakan untuk
kegiatan operasional bank.
b. Tidak
termasuk dalam pengertian properti
terbengkalai adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha bank, sepanjang dimiliki dalam
jumlah yang wajar, seperti rumah
dinas dan properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, serta properti lain yang telah ditetapkan
untuk digunakan bank dalam kegiatan
usaha dalam waktu dekat.
c. Dalam
pengertian properti terbengkalai tidak termasuk properti yang berasal
dari sewa atau lease.
2. Untuk
kepentingan penerapan prinsip
kehati-hatian perbankan, properti
terbengkalai merupakan salah satu bentuk
aset non produktif yang wajib ditetapkan kualitasnya dan dibentuk penyisihan
penghapusan aset non produktif (PPANP) sesuai Peraturan Bank Indonesia.
3. Kewajiban pembentukan PPANP untuk properti terbengkalai pada dasarnya bukan merupakan cadangan kerugian penurunan nilai,namun lebih merupakan disinsentif kepemilikan aset yang tidak digunakan dalam kegiatan usaha bank.
4. Biaya Perolehan
a. Biaya
perolehan (cost)
adalah jumlah kas atau
setara kas
yang dikeluarkan atau
nilai wajar dari imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu
aset pada saat perolehan atau
pembangunan atau nilai yang diatribusikan
ke aset pada saat pertama kali
diakui sesuai dengan persyaratan
dalam PSAK lain.
b. Biaya
perolehan dari properti yang
dibeli meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang
dapat diatribusikan secara
langsung. Pengeluaran yang dapat
diatribusikan secara langsung termasuk, misalnya, biaya jasa hukum, pajak penjualan, dan biaya transaksi lainnya.
5. Nilai Wajar
a.
Nilai wajar merupakan harga
dimana properti dapat dipertukarkan antara
pihak-pihak yang memiliki pengetahuan
memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang
wajar (arm’s length transaction).
b.
Nilai wajar harus mencerminkan
kondisi pasar pada tanggal neraca. Pedoman
nilai wajar terbaik mengacu pada harga
kini dalam pasar aktif untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi
yangsamadan berdasarkan
pada sewa dan kontrak lain yang
serupa.
c.
Penentuan nilai
wajar dilakukan tanpa dikurangi dengan
biaya
transaksi yang mungkin
timbul dari penjualan atau pelepasan lainnya.
d.
Apabila tidak tersedia
harga
kini dalam pasar aktif yang sejenis,
bank harus mempertimbangkan informasi
dari berbagai sumber, termasuk:
·
Harga kini dalam pasar aktif untuk properti
yang memiliki sifat,
kondisi dan lokasi berbeda (atau berdasarkan
pada sewa atau kontrak lain yang
berbeda), disesuaikan untuk mencerminkan perbedaan tersebut;
·
Harga terakhir properti
serupa dalam pasar yang kurang
aktif,dengan penyesuaian untuk mencerminkan adanya perubahan dalamkondisi ekonomi
sejak tanggal
transaksi terjadi pada harga
tersebut.
6. Apabila belum ada pengaturan oleh PSAK, manajemen menggunakan pertimbangannya untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Dalam melakukan pertimbangan tersebut manajemen memperhatikan:
a)
Persyaratan
dan pedoman PSAK yang mengaturhal-halyangmiripdengan
masalah terkait;
b)
Definisi,
kriteria pengakuan dan
pengukuran
aset, kewajiban, penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam kerangkadasar
Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan; dan
c)
Pernyataan
yang dibuat oleh badan pembuat standar
lain dan praktik industri yang
lazim sepanjang konsisten
dengan huruf a dan b paragraf ini.(PSAK 1: Paragraf 16)
7. Jika dalam suatu entitas terdapat aset tetap yang tersedia untuk dijual,maka perlakuan akuntansi untuk aset tersebut adalah sebagai berikut:
a)
diakui pada saat dilakukan penghentian
operasi;
b)
diukursebesarnilaiyanglebihrendahdarijumlahtercatatnyadibandingkan nilai wajar setelah
dikurangi dengan biaya-biaya
penjualan aset tersebut;
c)
disajikan sebagai aset tersedia untuk
dijual, jika jumlah tercatatnya akan
dipulihkan melalui transaksi
penjualan dari penggunaan lebih
lanjut; dan
d)
diungkapkan dalam
laporan keuangan
dalam rangka evaluasi dampak penghentian operasi dan pelepasan
aset (aset tidak lancar). (PSAK
16: Paragraf 45)
8. Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 37,38 dan 39 menyatakan aturan tentan properti terbengkalai antara lain :
a)
Bank wajib melakukan identifikasi
terhadap dan penetepan terhadap properti terbengkalai yang dimiliki oleh bank
b)
Penetapan properti terbengkalai
wajib disetujui oleh direksi dan didokumentaasikan
c)
Bagian properti yang tidak digunakan Bank
dari suatu properti yang digunakan untuk kegiatan usaha Bank secara mayoritas,
tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
d)
Dalam hal Bank tidak menggunakan bagian dari
suatu properti secara mayoritas, maka bagian properti yang tidak digunakan
untuk kegiatan usaha Bank digolongkan sebagai Properti Terbengkalai secara
proporsional.
e)
Bank wajib melakukan upaya penyelesaian
terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
f)
Properti Terbengkalai yang telah dilakukan
upaya penyelesaian, ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:
·
Lancar, apabila Properti Terbengkalai
dimiliki sampai dengan 1(satu) tahun;
·
Kurang Lancar, apabila Properti Terbengkalai
dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
·
Diragukan, apabila Properti Terbengkalai
dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun;
·
Macet, apabila Properti Terbengkalai dimiliki
lebih dari 5 (lima) tahun.
g)
Properti Terbengkalai yang tidak dilakukan
upaya penyelesaian maka kualitasnya ditetapkan memiliki kualitas dibawah
ketentuan poin f.
9. Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 41 dan 42 yang mengatur tentang pembentukan Penyisihan Penghapuan Aset (PPA) bank. Persentase pembentukan PPA sebagai berikut :
a)
15% dari properti terbengkalai yang
memiliki kualitas kurang lancar
b)
50% dari properti terbengkalai yang
memiliki kualitas diragukan
c)
100% dari properti terbengkalai
yang memiliki kualitas macet
10. Dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dalam pasal 51, Bank Indonesia Menyatakan bahwa :
“Bank wajib
memperhitungkan seluruh hasil perhitungan PPA atas Aset Non Produktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b sebagai pengurang dalam
perhitungan rasio KPMM.”
Perlakuan Akuntansi
1.
Pengakuan
dan Pengukuran,
a.
Pada saat pengakuan
awal, properti terbengkalai diukur
sebesar biaya perolehan.
b.
Setelah pengakuan awal,properti
terbengkalai dibukukan sebesar nilai yang lebih rendah antara nilai tercatat
dengan nilai wajarnya setelah dikurangi biaya untuk
menjualnya.
c.
Jika
properti terbengkalai mengalami penurunan nilai (impairment), maka bank
d.
Jika
properti terbengkalai mengalami pemulihan penurunan nilai, maka bank harus mengakui pemulihan
penurunan nilai tersebut maksimum
sebesar kerugian penurunan nilai yang telah
diakui.
e.
Properti
terbengkalai tidak disusutkan.
f.
Pada saat
penjualan,selisih antara
nilai properti terbengkalai
yang dibukukan dan hasil
penjualannya diakui sebagai keuntungan
atau
kerugian non operasional.
2.
Penyajian
a.
Properti terbengkalai disajikan sebagai
akun terpisah dalam neraca dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
b.
Pembentukan
penyisihan penghapusan aset non produktif (PPANP) disajikan sebagai offsetting account pada pos properti terbengkalai
3.
Pengungkapan
Hal-hal
yang harus diungkapkan, antara lain:
a.
Deskripsi
properti terbengkalai.
b.
Nilai
tercatat dan nilai wajar properti terbengkalai;
c.
Metode dan
asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti
terbengkalai, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut
didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus
diungkapkan oleh bank) karena sifat properti tersebut dan keterbatasan data pasar
yang dapat diperbandingkan;
d.
Sejauhmana
penentuan nilai wajar properti terbengkalai (yang diukur atau diungkapkan dalam
laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui
dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman
mutakhir di lokasi dan kategori properti terbengkalai yang dinilai. Apabila
penentuan nilai wajar tidak didasarkan pada hal-hal tersebut diatas, maka kondisi tersebut juga harus diungkapkan;
e.
Jumlah yang
diakui dalam laporan laba rugi untuk:
·
penghasilan
rental dari properti terbengkalai;
·
beban
operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari
properti terbengkalai yang menghasilkan pendapatan rental selama periode
tersebut;
·
beban
operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari
properti terbengkalai yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode
tersebut.
f.
Kerugian
penurunan nilai properti terbengkalai.
g.
Upaya
penjualan yang dilakukan bank.
h.
Keuntungan
atau kerugian dari penjualan properti terbengkalai.
4.
Pencatatan
/ Pembukuan
a.
Pada saat pengakuan awal properti terbengkalai yang
berasal dari aset tetap
Debet. Properti Terbengkalai
Debet.Akumulasi Penyusutan Asset Tetap
Kredit.Aset Tetap
b. Jika terdapat penurunan nilai
Debet. Kerugian Penurunan Nilai
Kredit. Properti Terbengkalai
c. Jika terapat peningkatan nilai properti terbengkalai setelah mengalami penurunan nilai, diakui sebagai pendapatan maksimal sebesar kerugian penurunan nilai yang telah diakui, dengan asumsi pemulihan terjadi pada periode yang berbeda dengan penurunan nilai
Debet.Properti terbengkalai
Kredit.Keuntungan Peningkatan Nilai
d. Pada saat menjual properti terbengkalai
Debet.Kas/Rekening/Giro BI
Kredit.Properti Terbengkalai
Kredit/Debet. Keuntungan / Kerugian Penjualan
e. Pada saat mereklasifikasi kembali properti terbengkalai ke aseet tetap, akumulasi penyusutan aset tetap kembali dihitung secara normal.
Debet. Aset Tetap
Debet. Beban Penyusutan Aset Tetap
Kredit. Akumulasi Penyusutan Asset Tetap
Kredit. Properti Terbengkalai
Kredit. Properti Terbengkalai
0 komentar:
Posting Komentar