This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 03 Maret 2015

APPLE RATIO DALAM MENGUKUR KINERJA PUSAT LABA BANK (CABANG)


Gambaran umum rasio rasio yang digunakan dalam metode APPLE
Formulasi APPLE ini dibuat untuk mengukur tingkat kesehatan pusat laba yang dimiliki Bank. Dalam menentukan faktor pengukuran tingkat kesehatan cabang dan capem pada Bank penulis mempertimbangkan lima faktor yang paling penting dalam pusat laba yaitu:

1.      Asset
2.      Productivity
3.      Profitability
4.      Liquidity
5.      Effeciency
Lima faktor diatas sangat menentukan dalam tingkat kesehatan pusat laba agar terus dapat menjalankan operasionalnya secara sehat. Untuk lebih detailnya tentang faktor – faktor dalam formulasi APPLE ini maka akan dijabarkan dalam bab ini.

Faktor Asset
Faktor yang pertama ini mengukur bagaimana tingkat kualitas aset suatu cabang atau cabang pembantu. Faktor ini diukur dengan menggunakan rasio NPL Gross karena rasio sangat menggambarkan keadaan kualitas aset produktif cabang atau cabang pembantu yang didominasi oleh kredit. Semakin kecil rasio ini maka menggambarkan kondisi aktiva produktif cabang atau cabang pembantu dalam kondisi yang baik. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


  
Aset produktif yang diklasifikasikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Sandi
Golongan
1
Lancar
2
Dalam perhatian khusus
3
Kurang lancer
4
Diragukan
5
Macet
Sumber : Bank Indonesia
Setelah mendapatkan rasio NPL dengan cara membagi antara aktiva produktif dengan total aktiva produktif langkah selanjutnya adalah mencari nilai kredit dari faktor asset ini. Dalam kasus rasio NPL ini penulis membagi berdasarkan nilai batas atas bank yang sehat adalah NPL yang tidak melebihi 5%, maka nilai NPL maksimal adalah 5% dan setiap penurunan NPL sebesar 0.1% maka akan mendapatkan nilai kredit +2 atau dapat dijadikan dalam bentuk rumus sebagai berikut :


Faktor Productivity
Faktor yang kedua adalah faktor produktifitas. Faktor ini mengukur pencapaian kinerja karyawan pada suatu cabang atau cabang pembantu. Rasio ini dapat menjelaskan bagaimana karyawan cabang atau cabang pembantu dalam mengolola cabang atau cabang pembantunya agar mendaparkan laba bersih yang optimal. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Personal Productivity, dimana rumus ini membagi laba bersih dengan beban tenaga kerja sehingga manajemen dapat melihat bagaimana pencapaian karyawan pada cabang tersebut, rumus personal productivity dapat dihitung sebagai berikut:

semakin kecil rasio ini maka produktifitas karyawan pada pusat laba tersebut sangat produktif dalam menghasilkan laba bersih. Untuk menghitung nilai kredit untuk rasio ini, terlebih dahulu penulis mencoba mencari batas atas dan batas bawah dari rasio ini. Batas atas dari rasio ini penulis menetapkan sebesar 100% yang artinya bahwa laba bersih sama besarnya dengan besar beban gaji yang dibayarkan, sedangkan batas bawah dari rasio ini adalah 20% dimana beban tenaga kerja bukanlah beban yang terlalu besar dalam pengurang laba bersih. Nilai kredit dari rasio ini penulis tentukan dengan setiap penurunan rasio 1% dari 100% maka akan mendapatkan penambahan nilai kredit sebesar +2, atau dapat dicari denga rumus sebagai berikut:



3.1.2  Faktor Profitability
Faktor yang ketiga adalah faktor profitability dimana faktor ini mengukur tingkat pendapatan yang diterima disuatu cabang atau cabang pembantu. Faktor ini menggunakan dua rasio untuk mengukurnya yaitu rasio ROA (Return On Asset) dan NIM (Net Interest Margin). Rasio ROA ini mengukur bagaimana cabang mampu mengembalikan asset yang digunakan menjadi laba bersih. Rasio ROA ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rasio kedua yang penulis gunakan adalah Net Interest Margin, rasio ini mengukur tingkat pendapatan yang diterima oleh suatu cabang, semakin baik kualitas kredit atau aktiva produktif suatu cabang maka pendapatan bunga akan terealisasi menjadi pendapatan sedangkan jika tidak terealisasi makan pendapatan bunga ini ditangguhkan dalam laporan komitmen dan kontijensi. Untuk membuat rasio ini baik manajemen cabang harus mampu mengatur kredit agar tidak masuk dalam kredit bermasalah dan juga mengatur struktur dana dari cabang tersebut agar beban bunga yang dibayarkan terlalu besar. Rasio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:


untuk menghitung nilai kredit dari ROA dan NIM, langkah awal adalah menentukan batas atas dan batas bawah dari rasio ini. Rasio ROA menurut Surat Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 bank yang baik adalah bank yang memiliki rasio ROA besar dari 0.5% akan tetapi disini penulis menetapkan range rasio batas atas adalah 5% sedangkan batas bawah dari rasio ini penulis menetapkan sebesar 1%, maka nilai kredit dari rasio ROA ini adalah setiap kenaikan 0.1% dari 1% maka akan mendapatkan nilai kredit sebesar +2.5 atau dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


Untuk pengukuran nilai kredit NIM, penulis juga menetapkan batas atas dan batas bawah rasio NIM Berdasarkan Surat Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 rasio NIM bank yang sehat adalah sebesar ≥ 1.5% sedangkan batas maksimal NIM adalah 7%, saya lebih suka  menetapkan batas atas rasio ini adalah sebesar 5.5% agar cabang dapat mengontrol pendapatan bersihnya, disudut pandang yang lain sebagian besar aktiva yang dimiliki adalah kredit yang diberikan sehingga membuat rasio NIM ini bisa melebihi dari 7%. jika cabang atau cabang pembantu dapat mengelola kredit agar tidak masuk kedalam kategori kredit bermasalah maka rasio ini akan semakin tinggi atau semakin baik karena pendapatan bunga bersih yang didapatkan semakin besar. Batas bawah rasio ini penulis tetapkan sebesar 1.5% maka nilai kredit untuk rasio ini adalah setiap kenaikan 0.1% dari 1.5% maka akan mendapatkan nilai kredit +2.5, atau dapat dihiutng dengan rumus sebagai berikut:


Faktor Liquidity
Faktor yang keempat adalah faktor likuiditas, faktor ini juga faktor penting karena faktor ini terkait kemampuan bank dalam mengatasi likuiditas jangka pendeknya dan dana pihak ketiga adalah dana yang murah sehingga spread dari dana dan kredit yang diberikan bisa jadi lebih besar. Rasio ini dapat diukur dengan rasio Loan Deposit Ratio. Peraturan Bank Indonesia LDR maksimal adalah sebesar 82%, rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagi berikut:

dalam penentuan batas atas dan batas bawah dari rasio ini penulis menetapkan batas atas adalah sebesar 80% dan batas bawah adalah 100% maka nilai kredit dari rasio LDR ini adalah setiap penurunan 1% dari 100% maka akan mendapatkan nilai kredit +5 atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

selain itu rasio LDR lebih tepatnya dalam pengukuran likuiditas ini adalah tingkat pencapaian dana cabang. karena ini akan lebih cocok karena cabang dalam operasionalnya terdapat dua peran yang berbeda terdapat cabang sebagai credit rising (cabang dengan prospek kredit) dan fund rising (cabang dengan prospek dana). rasanya ini lebih pantas untuk dijadikan indikator akan tetapi rasio LDR juga dapat digunakan sebagai indikator dalam rangka meningkatkan tingkat likuiditas bank

 Faktor Effeciency
Faktor yang terakhir adalah faktor efesiensi, faktor yang juga tidak kalag pentingnya karena faktor ini mengukur tingkat efesiensi cabang atau cabang pembantu dalam menjalankan operasionalnya. BOPO diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasioanal. biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran,dan biaya operasi lainnya). pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operas ilainnya.semakin kecil rasio ini berarti semakin efesien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio BOPO ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rasio Cost Effeciency Ratio adalah rasio yang menghitung biaya non-bunga yang dikeluarkan suatu bank demi menghasilkan pendapatan bunga bersih dan pendapatan lainnya selain pendapatan bunga. Alasan penulis menggunakan rasio CER karena biaya yang digunakan dalam menghitung CER sebagian besar terdiri dari biaya variabel (variable cost) yang merupakan jenis biaya yang dapat ditekan, seperti biaya umum dan administrasi . Dan jika suatu cabang atau cabang pembantu mampu memperoleh pendapatan dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa cabang tersebut mampu untuk mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya. Semakin besar rasio ini maka semakin tidak efesien cabang tersebut. Rasio CER maksimal yang baik adalah sebesar 50%. rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Untuk menghitung nilai kredit dari rasio BOPO penulis menetapkan batas atas rasio ini adalah 75%, angka sesuai dengan blue print BPD Regional Champion sedangkan batas bawah rasio ini adalah 55% maka nilai kredit rasio ini adalah setiap penurunan 1% dari 75% maka nilai kreditnya adalah +5, atau dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


untuk menghitung nilai kredit dari rasio CER maka penulis menetapkan batas atas rasio ini adalah 50% sedangkan batas bawah adalah 20% maka nilai kreditnya adalah setiap penurunan 1% maka nilai kreditnya +3.34 atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pembobotan dan Pengklasifikasian
Langkah terakhir untuk mendapatkan skor APPLE adalah dengan cara pembobotan faktor. Pembobotan ini bersifat optional akan tetapi penulis membagi secara merata pembobotan faktor tersebut, pembobotan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Faktor
Rasio
Bobot
1. Asset
Non Performing Loan
20%
2.Productivity
Personel Productivity
20%
3.Profitability
Return On Asset
10%

Net Interest Margin
10%
4.Liquidity
Loan To Deposit Ratio
20%
5.Effeciency
Beban Operasional Pendapatan Operasional
10%

Cost Effeciency Ratio
10%
Sumber: Data Diolah

Setelah pembobotan maka pengklasifikasian tingkat kesehatan, klasifikasi ini penulis adopsi dari sistem Bank Indonesia yaitu CAMEL akan tetapi penulis memodifikasi range tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi sebagai berikut:

No
Nilai Kredit
Predikat
1
81-100
Sehat
2
60 - <81
Cukup Sehat
3
51 - <60
Kurang Sehat
4
<51
Tidak Sehat
Sumber : Data Diolah

ACTIVITY BASED COSTING

Pengertian Activity Based Costing (ABC)
Garrison dan Noreen yang diterjemahkan oleh Totok Budi Santoso (200) mendefinisikan ABC sebagai berikut, “Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas activity based costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manager untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap”.
Hansen et al. mendefinisikan ABC sebagai berikut, “Sistem biaya berdasarkan aktivitas (activity based cost-ABC) pertama-tammenelusuri biaya aktivitas dan kemudian produk. Asumsi yang mendasari adalah bahwa aktivitas-aktivitas memakai sumber-sumber daya dan produk, sebagai gantinya, memakai aktivitas” .

Neish dan Banks (1999) mendefinisikan ABC sebagai berikut:
Activity based costing is a costing method where all costs are allocated to products, services or departments according to the level of acticity giving rise to the major costs. It differs from rise to the major costs. It differs from the traditional normal or standard costing in that activities that activities that give rise to costs are identified for individual to costs are identified for individual product lines or services-as many costs as possible are identified directly with the individual products or services

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ABC (Activity Based Costing) adalah suatu metode perhitungan harga pokok produk yang dilakukan dengan menelusuri biaya ke aktivitas-aktivitas, kemudian membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk sehingga dapat diketahui harga produksi yang bukan hanya sekedar berdasarkan  volume 
Mekanisme Perhitungan Biaya berdasarkan Aktivitas
Menurut Garrison et al. tahapan menerapkan ABC antara lain:

1.      Alokasi Tahap Pertama (First-Stage Allocation) yaitu proses pembebanan biayoverhead ke pool biaya aktivitas dalam sistem ABC. Langkah-langkah dalam tahap ini  antara  lain  mengidentifikasikan  dan  mendefinisikan aktivitas,  membebankan biaya ke pool biaya aktivitas dan menghitung tarif aktivitas.
2.       Alokasi Tahap Kedua (Second-Stage Allocation) yaitu suatu proses dimana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk dan pelanggan dalam sistem ABC. Langkah-langkah pada tahap dua antara lain membebankan biaya ke objek   biaya   dengan   menggunakan   tarif   aktivitas   dan   ukuran   aktivitas   dan menyiapkan laporan manajemen.


Alokasi Tahap Pertama

1.      Mengidentifikasikan dan Mendefinisikan Aktivitas

Langkah utama yang pertama dalam menerapkan sistem ABC adalah mengidentifikasikan aktivitas yang menjadi dasar sistem tersebut. Langkah ini mungkin sulit, memakan waktu, dan membutuhkan pertimbangan. Prosedur umum untuk melakukannya adalah melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat  atau  setidaknya  semua  supervisor  dan  manajer  departemen  yang menimbulkaoverhead dan memintmereka lakukan.
Cara untuk memahami aktivitas dan bagaimana aktivitas tersebut digabungkan disusun dalam lima tingkat : unit-level, batch-level, product-level, customer-level dan organization-sustaining. Level tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

·         Aktivitas Unit-Level
Dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit-level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi dan satu-satunya biaya yang selalu dapat dibebankan secara akurat proporsional terhadap setiap volume. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas unit- level karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi.
·        Aktivitas Batch-Level

Dilakukan untuk setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada di dalam batch tersebut. Biaya tingkat batch (batch-level cost) adalah biaya yang disebabkan oleh jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contohnya yaitu pekerjaan seperti membuat order produksi, setup peralatan dan pengaturan pengiriman kepada konsumen. Biaya pada batch-level lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran volume yang lain. Sebagai contoh, biaya untuk setup mesin untuk memproses batch sama tanpa memperhatikan apakah batch berisi satu atau 5000 item.
·        Aktivitas Product-Level

Berkaitan dengan produk yang spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Biaya tingkat produk (product-level cost) adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah produk berbeda yang dihasilkan. Sebagai contoh, aktivitas unuk merancang produk, mengiklankan produk dan biaya untuk manajer dan staf produksi adalah aktivitas product-level.
·         Aktivitas Customer-Level
Berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas seperti telepon untuk penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu.
·        Aktivitas Organization-Sustaining

Dilakukan tanpa memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa yang diproduksi, berapa batch yang dijalankan, atau berapa unit yang dibuat. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor eksekutif, penyediaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan laporan tahunan untuk pemegang saham dan sebagainya.
2.      Membebankan Biaya ke Pool Biaya Aktivitas
Pool biaya aktivitas adalah sebuah wadah yang mengakumulasikan semua biaya yang berkaitan dengan aktivitas tunggal dalam sistem ABC. Sebagai contoh, pool biaya pesanan  pelanggan  akan  dibebani  semua  sumber  daya  yang  dikonsumsi  untuk memproses pesanan termasuk kertas yang digunakan dan pengaturan peralatan yang digunakan. Ukuran aktivitas pada pool biaya ini adalah jumlah pesanan yang diterima. Aktivitas  in adalah  aktivitas  tingkat  batch  karena  setiap  pesanan  menyebabkan pekerjaan tanpa memperhatikan apakah pesanan tersebut satu unit atau 1.000 unit. Sebagian  besar  biaya  overhead  diklasifikasikan  dalam  sistem  akuntansi  dasar perusahaan berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Sebagai contoh, gaji, perlengkapan, sewa, dan sebagainya yang terjadi dalam departemen pemasaran akan dibebankan pada departemen tersebut.
3.      Menghitung Tarif Aktivitas
Tarif aktivitas akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dan pelanggan.  Tim  ABC  menentukan  total  aktivitas  sesungguhnya  yang diperlukan untuk memproduksi bauran produk dan melayani pelanggannya pada saat ini.

Alokasi Tahap Kedua

1.      Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Dalam alokasi tahap kedua, tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya produk dan pelanggan. Hal ini dilakukan dengan cara mengalihkan tarif overhead per kelompok biaya dengan besarnya penggerak biaya yang dikonsumsikan oleh setiap produk.
2.      Menyiapkan laporan manajemen. Setelah biaya produksi dihitung maka laporan manajemen dapat disiapkan guna memberikan informasi kepada pembacanya mengenai biaya produksi masing-masing produk dengan metode ABC.

Kelebihan dan Kekurangan ABC

Kelebihan ABC menurut Gayle yang diterjemahkan oleh Sugyarto antara lain:

1.      ABC memperbaiki distorsi yang melekat dalam informasi biaya tradisional berdasarkan alokasi bertahap yang hanya digunakan penggerak yang dilakukan oleh volume. ABC lebih jauh mengakui hubungan sebab akibat antara penggerak biaya dengan kegiatan. Dengan memusatkan perhatian pada penggerak biaya kegiatan dalam proses bisnis, manajer dapat memahami dan bertindak pada penyebab biaya bukan gejala.
2.      Perusahaan dengan biaya overhead yang tinggi, produk yang beragam, dan berbagai macam ukuran batch pelaksanaan produksi sangat mungkin memperoleh manfaat dari ABC. Sistem ABC menghasilkan banyak informasi mengenai kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dengan menyediakan informasi ini, ABC menawarkan bantuan dalam memperbaiki proses kerja   dengan menyediakan   informasi   yang   lebih   baik   untuk   membantu mengidentifikasi kegiatan yang membutuhkan banyak pekerjaan.
3.      Informasi ABC mendorong perusahaan untuk mengevaluasi kegiatan untuk mengetahui mana yang tidak bernilai dan dapat dieliminasi. Bila hanya mengidentifikasikan kegiatan yang tidak bernilai maka tidak akan mengurangi biaya. Oleh          karena   itu,   manajer   harus   mengurangi   kelebihan   sumber   daya   atau mengalokasikannya ke dalam bidang yang lebih produktif.
Kekurangan ABC menurut Garrison et al. antara lain:
1.      Mengimplementasikan ABC adalah suatu proyek besar yang membutuhkan sumber daya yang besar sehingga membutuhkan dana yang lebih mahal untuk pemeliharaan dibandingkan dengan proses biaya tradisional berdasarkan jam tenaga kerja langsung.  Keuntungkan dari  meningkatnya  keakuratan  mungkin  tidak  sebanding dengan biayanya.
2.      ABC menghasilkan angka yang berbeda dengan angka yang dihasilkan oleh sistem perhitungan biaya tradisional. Tetapi manajer terbiasa menggunakan sistem perhitungan secara tradisional untuk menjalankan operasinya dan sistem perhitungan biaya tradisional sering digunakan dalam evaluasi kinerja.
3.       Umumnya laporan yang dihasilkan oleh sistem ABC terbaik tidak sesuai dengan prinsip    akuntansi yang berlaku umum. Konsekuensinya, organisasi yang menggunakan ABC harus memiliki dua sistem biaya yang berbeda yaitu satu untuk penggunaan internal dan satu untuk menyiapkan laporan eksternal. Ini lebih mahal dari menggunakan satu sistem dan dapat menimbulkan kebingungan tentang sistem mana yang harus dipercaya dan diandalkan.


Perbedaan Activity Based Costing (ABC) dengan Metode Konvensional

Menurut  Mulyadi (2003),  perbedaan  antara  sistem konvensional  dan sistem ABC adalah:
1.      Sistem perhitungan biaya tradisional memiliki karakteristik khusus, yaitu dalam penggunaan ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit secara eksklusif sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Untuk alasana tersebutlah maka sistem tradisional juga disebut dengan sistem berdasarkan unit (unit cost system). Sistem ABC mengharuskan penggunaan tempat penampungan overhead lebih dari satu.
2.      Jumlah  tempat  penampungan  biaya  overhead dan  dasar  alokasi  cenderung lebih banyak pada sistem ABC, sedangkan sistem tradisional menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya.
3.      Perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. ABC mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya suatu aktivitas, maupun identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang signifikan adan mahal. Akibatnya, ada lebih banyak kehati-hatian, paling tidak dalamembentuk tempat penampungan biaya dalam sistem ABC dibandingkan dengan sistem tradisional.
4.      Semua sistem ABC merupakan sistem perhitungan dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Pada tahap pertama dalam sistem ABC, tempat penampungan biaya aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Pada tahap pertama dalam sistem ABC, tempat penampungan biaya aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Pada tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari tempat penampungan biaya aktivitas ke produk. Sistem biaya tradisional menggunakan dua tahap hanya apabila departemen atau pusat biaya lain dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan ke pusat biaya pada tahap pertama, kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk pada tahap kedua. Beberapa sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada sistem ABC yang hanya terdiri dari satu tahap.
    5.   Sistem ABC lebih mampu memberikan informasi tentang seluruh aktivitas yang   terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas dibandingkan dengan sistem tradisional.